BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.
Organisasi Serikat Islam pada awalnya merupakan perkumpulan
pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh R.M. Tirtoadisuryo pada
tahun 1909 dengan tujuan untuk melindungi hak-hak pedagang pribumi Muslim dari
monopoli dagang yang dilakukan untuk pedagang-pedagang besar Tionghoa.
Kemudian tahun 1911 di kota Solo oleh Haji Samanhudi
didirikan organisasi dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI). Tujuan perkumpulan
ini adalah untuk menghimpun para pedagang Islam agar dapat bersaing dengan para
pedagang asing seperti pedagang Tionghoa, India dan Arab. Mengapa demikian?
Karena pada saat itu pedagang-pedagang tersebut lebih maju usahanya daripada
pedagang Indonesia dan keadaan itu sengaja diciptakan oleh Belanda. Adanya
perubahan sosial menimbulkan kesadaran kaum pribumi. Sebagai ikatan solidaritas
dan lambang kelompok, perlu ada ideologi gerakan.
Tujuan SI mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan
persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong diantara muslim. Tujuan utama SI
1913 adalah engembangkan perekonomian. Keanggotaan SI terbuka untuk semua
lapisan. SI berkembang pesat, pada waktu diajukan sebagai Badan Hukum, Gubernur
Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Dengan
perubahan waktu akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum pada
bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya partai
politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke
Volksraad tahun 1917. SI akhirnya mengalami perkembangan yang lebih pesat
dibandingkan Budi Utomo dan mulai disusupi aliran Revolusioner Sosialis,
mengapa begitu? Karena SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat
Jawa dan Madura saja.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sarekat Islam
Sarekat Islam pada awalnya adalah perkumpulan
pedagang-pedagang Islam yang diberi nama Sarekat Dagang Islam (SDI). Perkumpulan ini didirikan oleh Haji Samanhudi tahun 1911 di kota
Solo. Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto memegang
tampuk pimpinan dan mengubah nama perkumpulan menjadi Sarekat Islam. Sarekat Islam (SI) dapat dipandang
sebagai salah satu gerakan yang paling menonjol sebelum Perang Dunia II.
Tujuan utama SI pada awal berdirinya adalah menghidupkan
kegiatan ekonomi pedagang Islam Jawa. Keadaan hubungan yang tidak harmonis
antara Jawa dan Cina mendorong pedagang-pedagang Jawa untuk bersatu menghadapi
pedagang-pedagang Cina. Di samping itu agama Islam merupakan faktor pengikat
dan penyatu kekuatan pedagang-pedagang Islam.
Pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir terhadap
perkembangan SI yang begitu pesat. SI dianggap membahayakan kedudukan
pemerintah Hindia Belanda, karena mampu memobilisasikan massa. Namun Gubernur Jenderal Idenburg (1906-1916)
tidak menolak kehadiran Sarekat Islam. Keanggotaan Sarekat Islam semakin luas.
Pada kongres Sarekat Islam di Yogayakarta pada tahun 1914, HOS Tjokroaminoto terpilih sebagai Ketua Sarekat Islam. Ia
berusaha tetap mempertahankan keutuhan dengan mengatakan bahwa kecenderungan
untuk memisahkan diri dari Central
Sarekat Islam harus dikutuk dan persatuan harus dijaga karena Islam
sebagai unsur penyatu.
Politik Kanalisasi Idenburg cukup berhasil, karena Central
Sarekat Islam baru diberi pengakuan badan hukum pada bulan Maret 1916 dan
keputusan ini diambil ketika ia akan mengakhiri masa jabatannya. Idenburg
digantikan oleh Gubernur Jenderal van
Limburg Stirum (1916-1921). Gubernur Jenderal baru itu bersikap agak
simpatik terhadap Sarekat Islam.
Namun sebelum Kongres Sarekat Islam Kedua tahun 1917 yang diadakan di Jakarta
muncul aliran revolusionaer sosialistis yang dipimpin oleh Semaun. Pada saat itu ia menduduki
jabatan ketua pada SI lokal Semarang. Walaupun demikian, kongres tetap
memutuskan bahwa tujuan perjuangan Sarekat Islam adalah membentuk pemerintah
sendiri dan perjuangan melawan penjajah dari kapitalisme yang jahat. Dalam
Kongres itu diputuskan pula tentang keikutsertaan partai dalam Voklsraad. HOS
Tjokroaminoto (anggota yang diangkat) dan Abdul Muis (anggota yang dipilih)
mewakili Sarekat Islam dalam Dewan Rakyat (Volksraad).
Pada Kongres Sarekat Islam Ketiga tahun 1918 di Surabaya, pengaruh Sarekat Islam semakin
meluas.
Semaun
Sementara itu pengaruh Semaun menjalar ke tubuh SI. Ia
berpendapat bahwa pertentangan yang terjadi bukan antara penjajah-penjajah,
tetapi antara kapitalis-buruh. Oleh karena itu, perlu memobilisasikan kekuatan
buruh dan tani disamping tetap memperluas pengajaran Islam. Dalam Kongres SI
Keempat tahun 1919, Sarekat Islam memperhatikan gerakan buruh dan Sarekat
Sekerja karena hal ini dapat memperkuat kedudukan partai dalam menghadapi
pemerintah kolonial. Namun dalam kongres ini pengaruh sosial komunis telah
masuk ke tubuh Central Sarekat Islam
(CSI) maupun cabang-cabangnya. Dalam Kongres Sarekat Islam kelima tahun
1921, Semaun melancarkan kritik terhadap kebijaksanaan Central Sarekat Islam
yang menimbulkan perpecahan.
Rupanya benih perpecahan semakin jelas dan dua aliran itu
tidak dapat dipersatukan kembali. Dalam Kongres Luar Biasa Central Sarekat
Islam yang diselenggarakan tahun 1921 dibicarakan masalah disiplin partai. Abdul Muis (Wakil Ketua CSI) yang
menjadi pejabat Ketua CSI menggantikan Tjokroaminoto yang masih berada di dalam
penjara, memimpin kongres tersebut. Akhirnya Kongres tersebut mengeluarkan
ketetapan aturan Disiplin Partai. Artinya, dengan dikeluarkannya aturan
tersebut, golongan komunis yang diwakili oleh Semaun dan Darsono, dikeluarkan
dari Sarekat Islam. Dengan pemecatan Semaun dari Sarekat Islam, maka Sarekat
Islam pecah menjadi dua, yaitu Sarekat
Islam Putih yang berasaskan kebangsaan keagamaan di bawah pimpinan
Tjokroaminoto dan Sarekat Islam Merah yang berasaskan komunis di bawah
pimpinan Semaun yang berpusat di Semarang.
Abdul
Muis
Pada Kongres Sarekat Islam Ketujuh tahun 1923 di Madiun diputuskan bahwa Central Sarekat
Islam digantikan menjadi Partai Sarekat
Islam (PSI). dan cabang Sarekat Islam yang mendapat pengaruh komunis
menyatakan diri bernaung dalam Sarekat
Rakyat yang merupakan organisasi di bawah naungan Partai Komunis
Indonesia (PKI).
Pada periode antara tahun
1911-1923 Sarekat Islam menempuh garis perjuangan parlementer dan
evolusioner. Artinya, Sarekat Islam mengadakan politik kerja sama dengan
pemerintah kolonial. Namun setelah tahun 1923, Sarekat Islam menempuh garis
perjuangan nonkooperatif. Artinya, organisasi tidak mau bekerja sama dengan
pemerintah kolonial, atas nama dirinya sendiri. Kongres Partai Sarekat Islam
tahun 1927 menegaskan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan
nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk mencapai
kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Pada tahun 1927 nama Partai Sarekat Islam ditambah
dengan “Indonesia” untuk menunjukan perjuangan kebangsaan dan kemudian namanya
menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia
(PSII). Perubahan nama itu dikaitkan dengan kedatangan dr. Sukiman dari
negeri Belanda. Namun dalam tubuh PSII terjadi perbedaan pendapat antara
Tjokroaminoto yang menekankan perjuangan kebangsaan di satu pihak, dan di pihka
lain dr. Sukiman yang menyatakan keluar dari PSII dan mendirikan Partai Islam Indonesia (PARI). Perpecahan ini melemahkan PSII. Akhirnya PSII
pecah menjadi PSII Kartosuwiryo,
PSII Abikusno, PSII, dan PARI dr. Sukiman.
Sejarah perjalan serikat Dagang Islam mengalami pasang
surut,didalam percaturan politik tanah air,sejak jaman penjajahan belanda
sampai saat ini, Namun yang harus kita ambil pelajaran bahwa cita-cita dari
organisasi Seikat Dagang Islam dalam melepaskan diri dari segala bentuk
penjajahan, itulah yang harus menjadi insvirator dan motivator bagi kita
generasi muda hari ini untuk terus berjuang memajukan bangsa dan negara
B.
Garis
Besar Tentang Sarekat Islam
Serikat Islam berdiri di Solo tahun 1911 oleh Haji Saman
Hudi. Semula Organisasi ini bernama Serikat Dagang Islam. Atas anjuran HOS
Cokroaminoto kata “Dagang” dalam Serikat Dagang Islam dihilangkan dengan maksud
agar ruang geraknya lebih luas tidak dalam bidang dagang saja.
Adapun faktor-faktor yang mendorong
didirikannya Serikat Islam adalah:
1.
Faktor
ekonomi, yaitu untuk memperkuat diri menghadapi Cina yang mempermainkan
penjualan bahan baku batik
2.
Faktor
agama, yaitu untuk memajukan agama Islam.
a.
Tujuan Serikat Islam meliputi:
Mengembangkan jiwa dagang,
1.
Membantu
para anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha,
2.
Memajukan
pengajaran dan semua usaha yang menaikkan derajat rakyat,
3.
Memperbaiki
pendapat yang keliru mengenai agama Islam, dan
4.
Hidup
menurut perintah agama.
b.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan
Serikat Islam cepat berkembang adalah:
a)
Kesadaran
sebagai bangsa yang mulai tumbuh,
b)
Sifatnya
kerakyatan,
c)
Didasari
agama Islam,
d)
Persaingan
dalam perdagangan, dan
e)
Digerakkan
para ulama.
c.
Latar belakang berdirinya
Kongres Serikat Islam pertama pada bulan Januari 1913 di
Surabaya dengan hasil:
1.
Menegaskan
bahwa Serikat Islam bukan partai politik,
2.
Serikat
Islam tidak bermaksud melawan pemerintah Belanda,
3.
Memilih
HOS Cokroaminoto sebagai ketua, dan
4.
Menetapkan
Surabaya sebagai pusat Serikat Islam.
C.
Serikat Islam Pecah Menjadi Dua
Pada tahun 1914 berdiri organisasi berpaham sosialis yang
didirikan oleh Sneevlit, yaitu ISDV (Indische Social Democratische
Vereeniging). Namun organisasi yang didirikan orang Belanda di Indonesia ini
tidak mendapat simpati rakyat, oleh karena itu diadakan “Gerakan Penyusupan” ke
dalam tubuh Serikat Islam yang akhirnya berhasil mempengaruhi tokoh-tokoh
Serikat Islam muda seperti Semaun, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin.
Akibatnya banyak anggota Serikat Islam yang menjadi sosialis
terutama Serikat Islam cabang Semarang. Sejak inilah keanggotaan Serikat Islam
pecah menjadi dua yang disebut Serikat Islam Merah yang berhaluan Komunis dan
Serikat Islam Putih yang asli. Serikat Islam Merah dipimpin oleh Semaun dan Tan
Malaka, Serikat Islam Putih dipimpin oleh Agus Salim dan Abdul Muis,
Cokroaminoto.
D.
Tokoh-tokoh
sarekat islam :
1.
Kiai
Haji Samanhudi
Kiai Haji Samanhudi nama kecilnya ialah Sudarno
Nadi.(Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, 1868–Klaten, Jawa Tengah28 Desember
1956) adalah pendiri Sarekat Dagang Islamiyah, sebuah organisasi massa di
Indonesia yang awalnya merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta.
Dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan
perbedaan perlakuan oleh penguasa penjajahan Belanda antara pedagang pribumi
yang mayoritas beragama Islam dengan pedagang Cina pada tahun 1911. Oleh sebab
itu Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk
membela kepentingan mereka. Pada tahun 1911, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam
untuk mewujudkan cita-citanya.Ia dimakamkan di Banaran, Grogol,
Sukoharjo.Sesudah itu,Serikat Islam dipimpin oleh Haji Oemar Said Cokroaminito.
2.
H.O.S. Cokro Aminoto
Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (lahir di
Ponorogo, Jawa Timur, 6 Agustus 1882 – meninggal di Yogyakarta, 17 Desember
1934 pada umur 52 tahun) adalah seorang pemimpin organisasi Sarekat Islam (SI)
di Indonesia.
Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara
dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada
saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai
bupati Ponorogo. Sebagai
salah satu pelopor pergerakan nasional, ia mempunyai tiga murid yang
selanjutnya memberikan warna bagi sejarah pergerakan Indonesia, yaitu Musso
yang sosialis/komunis, Soekarno yang nasionalis, dan Kartosuwiryo yang agamis.
Pada bulan Mei 1912, Tjokroaminoto bergabung dengan
organisasi Sarekat Islam. Ia
dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta, setelah jatuh sakit sehabis mengikuti
Kongres SI di Banjarmasin. Salah
satu kata mutiara darinya yang masyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu,
semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan suasana
perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang
pejuang kemerdekaan.
3.
Semaun
Semaun (lahir di Curahmalang, kecamatan Sumobito,
termasuk dalam kawedanan Mojoagung, kabupaten Jombang, Jawa Timur sekitar tahun
1899 dan wafat pada tahun 1971) adalah Ketua Umum Pertama Partai Komunis
Indonesia (PKI). Kemunculannya
di panggung politik pergerakan dimulai di usia belia, 14 tahun. Saat itu, tahun
1914, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) afdeeling Surabaya. Setahun
kemudian, 1915, bertemu dengan Sneevliet dan diajak masuk ke Indische
Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda
(ISDV) afdeeling Surabaya yang didirikan Sneevliet dan Vereeniging voor
Spoor-en Tramwegpersoneel, serikat buruh kereta api dan trem (VSTP) afdeeling
Surabaya. Pekerjaan di Staatsspoor akhirnya ditinggalkannya pada tahun 1916
sejalan dengan kepindahannya ke Semarang karena diangkat menjadi propagandis
VSTP yang digaji. Penguasaan bahasa Belanda yang baik, terutama dalam membaca
dan mendengarkan, minatnya untuk terus memperluas pengetahuan dengan belajar
sendiri, hubungan yang cukup dekat dengan Sneevliet, merupakan faktor-faktor
penting mengapa Semaoen dapat menempati posisi penting di kedua organisasi
Belanda itu.
Di Semarang, ia juga menjadi redaktur surat kabar
VSTP berbahasa Melayu, dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang.
Semaoen adalah figur termuda dalam organisasi. Di tahun belasan itu, ia dikenal
sebagai jurnalis yang andal dan cerdas. Ia juga memiliki kejelian yang sering
dipakai sebagai senjata ampuh dalam menyerang kebijakan-kebijakan kolonial.
Pada tahun 1918 dia juga menjadi anggota dewan
pimpinan di Sarekat Islam (SI). Sebagai Ketua SI Semarang, Semaoen banyak
terlibat dengan pemogokan buruh. Pemogokan terbesar dan sangat berhasil di awal
tahun 1918 dilancarkan 300 pekerja industri furnitur. Pada tahun 1920, terjadi
lagi pemogokan besar-besaran di kalangan buruh industri cetak yang melibatkan
SI Semarang. Pemogokan ini berhasil memaksa majikan untuk menaikkan upah buruh
sebesar 20 persen dan uang makan 10 persen.
Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen
mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis
di Hindia Belanda. Sikap dan prinsip komunisme yang dianut Semaoen membuat
renggang hubungannya dengan anggota SI lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen
mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya
diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya. PKI pada awalnya adalah bagian dari
Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan paham akhirnya membuat kedua kekuatan
besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921. Pada akhir tahun itu juga dia
meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya
sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, dia
mendapatkan kembali posisi Ketua Umum dan mencoba untuk meraih pengaruhnya
kembali di SI tetapi kurang berhasil.
4.
Abdul Muis
Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Bukittinggi,
Sumatera Barat, 3 Juli 1883 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959
pada umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan
terakhirnya adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi
anggota Volksraad pada tahun 1918 mewakili Centraal Sarekat Islam.[1] Ia
dimakamkan di TMP Cikutra - Bandung dan dikukuhkan sebagai pahlawan nasional
yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Surat Keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959)
BAB III
PENUTUP
A. Kesmpulan
Setelah Islam datang ke Indonesia banyak
perubahan-perubahan yang terjadi terutama bagi rakyat yang menengah ke bawah.
Mereka lebih di hargai dan tidak tertindas lagi karena Islam tidak mengenal
sistem kasta, karena semua masyarakat memiliki derajat yang sama.Islam juga
membawa perubahan-perubahan baik di bidang politik, ekonomi dan agama. Islam
juga bisa mempersatukan seluruh masyarakat Indonesia untuk melawan dan memgusir
para penjajah. Organisasi Serikat Islam pada awalnya merupakan perkumpulan
pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh R.M. Tirtoadisuryo pada
tahun 1909 dengan tujuan untuk melindungi hak-hak pedagang pribumi Muslim dari
monopoli dagang yang dilakukan untuk pedagang-pedagang besar Tionghoa.
Kemudian tahun 1911 di kota Solo oleh Haji Samanhudi
didirikan organisasi dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI). Tujuan perkumpulan
ini adalah untuk menghimpun para pedagang Islam agar dapat bersaing dengan para
pedagang asing seperti pedagang Tionghoa, India dan Arab. Mengapa demikian?
Karena pada saat itu pedagang-pedagang tersebut lebih maju usahanya daripada
pedagang Indonesia dan keadaan itu sengaja diciptakan oleh Belanda. Adanya
perubahan sosial menimbulkan kesadaran kaum pribumi. Sebag
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah,
Masykuri, "Potret Masyarakat
Madani di Indonesia", dalam
Seminar Nasional tentang
"Menatap Masa Depan Politik Islam di Indonesia", Jakarta:
International Institute of Islamic Thought, Lembaga Studi
Agama dan Filsafat UIN Jakarta, 10 Juni 2003
Ali Daud, Muhammad, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta:
Rajawali, 1991, Cet . ke-2
Antonio,
Muhammad Syafi'I, Bank
Syari'ah: Dari Teori
ke Praktek, Jakarta:
Gema Insani Press, 2001
Anwar, M. Syafi'i, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia:
Sebuah Kajian Politik tentang Cendekiawan Muslim Orde Baru, Jakarta:
Paramadina, 1995
Azra,
Azyumardi, Islam reformis:
Dinamika Intelektual dan
Gerakan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar